Ciri-Ciri Caleg yang Ideal Menjadi Anggota DPR
Ingat, negara memberikan hak kepada warga negara, bukan kewajiban. Jadi menggunakan hak pilih atau tidak menggunakannya, tidak menjadi persoalan. Begitu kira-kira logikanya, tapi jangan anggap ini sebagai kampanye golput, saya hanya menjelaskan apa yang saya ketahui, dan kamu tahu bahwa pengetahuan saya sangat cekak.
Berkaitan dengan kontestasi calon legislatif, sudah menjadi kelaziman jika akan ada banyak banner dan baliho yang bertebaran ini pinggir jalan raya atau di pojok-pojok desa. Masa inilah yang pada akhirnya memberitahukan kepada kita, siapa saja calon yang magang caleg, memposisikan diri dan menawarkan diri untuk menjadi wakil kita di gedung parlemen sebagai wakil rakyat.
Maka jangan heran, jika sebelumnya ada calon yang tidak kita kenal lalu ujug-ujug muncul kepermukaan dengan segala pesonanya, itu berarti kita berada pada masa pemilu akbar. Pesona itu biasanya diciptakan dengan janji-janji dan ungkapan kesediaan dirinya untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat. Yang di sisi lain, mereka melakukan hal tersebut guna memperjuangkan hak-haknya sendiri sebagai caleg. Hak tersebut adalah mempengaruhi manusia untuk memilih dirinya. Dan poin pentingnya adalah, bisa jadi ia sebenarnya sedang memperjuangkan haknya bagi si caleg, dan hak-hak anda yang akan diperjuangkan olehnya, bisa jadi itu alternatif kedua, supaya kepentingan utama tampak terlihat keren.
Jangan terkecoh dengan janji-janji tersebut, ingat, salah satu hal paling mudah diungkap kepermukaan masyarakat dengan cost murah lagi mendapatkan simpati dari mereka adalah janji. Masih ingat kan kamu saat hutang uang ke orang lain, kalimat yang paling sering dikatakan supaya dihutangi adalah "nanti saya kembalikan dalam tempo bla bla bla". Dan lagi, menurut study kasus hilangnya keperawanan adalah karena janji bukan karena peli (apa seeeh). Hahahaha.
Yang paling penting dalam demokrasi adalah suara. Bagi orang penting (caleg adalah orang penting) yang berkepentingan dan tahu bahwa suara itu penting, ia akan mencari suara. Dan sebaik-baiknya suara adalah suara yang diproduksi oleh akal sehat. Saat ini, dalam demokrasi kita, suara rakyat direpresentasikan dengan nyoblos, kalau dulu nyontreng. Suara kok tidak berbunyi ya?
Tidak ada pilihan lain, jika kita ingin memiliki wakil kita di gedung parlemen yang ideal menurut kita adalah dengan menimbang siapakah calon yang akan kita pilih. Tentunya dengan melihat beberapa hal yang akan saya jlentrehkan di bawah ini.
Memilih calon berdasarkan pemberian dari si calon kepada kita, bisa saja masuk dalam ranah memilih berdasarkan akal sehat, namun ingat, negara memberi konsekuensi cukup berat pada kasus ini (money Politics). Silakan baca aturan ini jika ingin mengetahui apa hukuman bagi pemberi dan penerima: Larangan dan Sanksi Politik Uang. Bacalah lor, biar tidak tersesat.
Lantas apa ciri-ciri Caleg yang ideal menjadi anggota DPR. Jadi ini menurut ane:
1. Terdaftar menjadi caleg
Pilihlah calon legislatif yang sudah sah terdaftar di KPU, kalau tidak terdaftar berarti tidak sah dipilih menurut aturan. Lagian, jika tidak terdaftar ia tidak muncul di surat suara. Sampai di sini paham? Apa sampean pengen misuh?
2. Kaya otak alias tidak dungu serta cerdas
Tahukah kamu bahwa DPR memiliki tigas fungsi kekuasaan, fungsi ini sangat isimewa dalam kehidupan bernegara. Adapun ketiga fungsi tersebut adalah:
- Fungsi Legislasi, yaitu DPR berfungsi guna membentuk, membahas, mengubah, dan menyempurnakan RUU bersama Presiden.
- Fungsi Anggaran (budgeting), yaitu DPR berfungsi guna memberikan persetujuan maupun penolakan terhadap pembentukan RUU tentang APBN yang diajukan Presiden.
- Fungsi Pengawasan (monitoring), yaitu DPR berfungsi mengawasi segala bentuk kebijakan dan peraturan Undang-Undang yang dibuat oleh pemerintah.
Jadi setidaknya ada 3 kompetensi anti dungu yang kudu dimiliki oleh DPR ideal, salah satunya adalah paham terkait peraturan perundang-undangan. Kalau tak paham terkait ini bisa repot. Nggak indah kan saat wakilmu itu meembahas rancangan undang-undang (RUU), ia hanya mangut-mangut karena tidak paham dengan aturan. Apalagi kalau RUUnya sudah dalam wujud draft, ini jauh lebih gendeng.
Antara DPR dan DPRD sama saja, yang membedakan adalah wilayah kekuasaannya, namun secara fungsi, ya sama. DPRD membahas raperda bersama eksekutif untuk kemudian dijadikan peraturan daerah. Jadi apakah calon wakil rakyat yang ada dihatimu saat ini paham terkait persoalan legislasi? Kalau sekiranya nggak punya kapasitas tentang hal tersebut, yang ndak perlu dipilih, masak punya wakil plonga plongo.
Kompetensi kedua adalah, paham terkait politik anggaran supaya saat membahas anggaran yang akan dibelanjakan negara atau kabupaten, benar-benar untuk kepentingan publik, bukan untuk kepentingan golongan tertentu, partai tertentu dan simpanan tertenu (eeeeh).
Namun faktanya, saat ini marak, baik masyarakat maupun caleg itu sendiri, berangkat dan berniat untuk menjadi wakil rakyat, atas nama golongan tertentu. Yang diharapkan adalah, saat ia jadi, ia bisa membawa kemaslahatan bagi golongan itu sendiri, contohnya, ada anggaran pembangunan buat siempunya.
Mana bisa begitu sih, kalau tidak mau dikatakan sesat pikir dalam bernegara, sebaiknya kita pahamkan otak kita supaya kembali pada jalur akal sehat.
Jadi begini, KPU membagi daerah pemilihan (dapil) berdasarkan wilayahnya, bukan berdasarkan organisasi atau golongan tertentu. Jadi yang kudu diperhatikan oleh si caleg terpilih ini adalah manusia, hewan, tumbuhan, dan obyek lainnya yang berada pada wilayah (Dapil) tersebut. Jadi tidak elok lagi jauh dari akal sehat, baik masyarakat maupun caleg yang lebih mementingkan budget bagi golongannya sendiri dan abai terhadap golongan yang lain. Budgeting harus adil untuk kepentingan publik.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah kamu yakin bahwa caleg yang ada di hatimu saat ini paham terkait politik anggaran dan memiliki keadilan yang seperti itu? Kalau kamu melihat ia tidak mampu tapi tetap kamu pilih, ya kalian sama-sama sakit.
Kompetensi ketiga adalah menyangkut tentang monitoring atau pengawasan. Syarat untuk menjadi pengawas yang lihai dan aduhai adalah harus paham atau lebih paham dari yang diawasi. yang diawasi legislatif adalah eksekutif (DPR mengawasi pemerintah dengan aturan yang telah dibuat), jadi seharusnya paham terkait apa yang boleh dan tidak boleh, baik dan tidak baik, beretika dan tidak beretika yang dilakukan oleh eksekutif.
Tidak lucukan kalau DPR yang seharusnya mengawasi malah diawasi eksekutif. Yang sepatutnya mengawasi DPR adalah rakyat, karena ia wakil dari rakyat. Kalian sebagai masyarakat mengawasi DPR atau tidak? Atau malah sering "dikibuli" oleh mereka?
3. Mengetahui peta potensi, peta masalah dan punya solusi atas daerah pemilihannya (dapil)
Jadi begini lo bos ku, idealnya, orang yang dipilih menjadi wakil rakyat adalah berdasarkan ketokohannya selama ini di masyarakat, plus, ia memiliki kompetensi seperti yang saya jelaskan di atas. Meskipun uang penting dalam kontestasi politik, namun bukan jaminan untuk bisa menang. Salah satu hal yang mempengaruhi orang dipilih adalah berdasarkan ketokohannya.
Jadi tidak mungkin seseorang yang tidak pernah cawe-cawe dalam kehidupan masyarakat, lantas ujug-ujug menawarkan dirinya untuk jadi wakil rakyat, bisa tahu banyak hal tentang masyarakatnya.
Jika ia menang dari daerah pemilihan yang sudah ditetapkan baginya, haruslah membawa kepentingan dapil tersebut dalam pertarungan di meja DPR. Membawa kepentingan dapil sepatutnya paham terkait apa yang penting, apa yang prioritas untuk diperjuangkan dari dapil tersebut.
Kalau sampai tidak tahu, lantas apa yang akan dibawa bertarung?
5. Suka Traveling
Hahaha, kalau ini saya ngawur, tapi masuk akal juga sih. Di setiap tahun, DPR selalu memiliki anggaran perjalanan dinas yang cukup besar, anggaran ini salah satunya digunakan untuk melakukan kunjungan ke tempat-tempat yang ada hubungannya dengan kepentingan DPR.
Sekarang saya tanya kepada sampeyan semua? Selama ini DPR kita lebih senang travelling ke dapil atau ke luar daerah? Itu bisa kita cek di laporan penggunaan anggaran.
Caleg haruslah suka traveling ke daerah pilihannya, karena dari sanalah ia mendapatkan aspirasi dari masyarakat. Namun saat ini rasanya susah menilai caleg yang suka keliling ke dapilnya, la wong masih masa kampanye, masa di mana caleg menampakkan dirinya sebagai orang yang ramah, peduli cerdas dan suka keluyuran ke pelosok-pelosok desa. Apalagi kalau bukan untuk mencari dukungan. Ini sah lho.
6. Dikenal dan mengenal masyarakat
Sederhana saja ya bos ku, kenal bukan berarti dekat, kenalan lain halnya dengan pertemanan atau persahabatan. Kenal bukan sebatas tahu wajah, melainkan juga tahu peranggainya. Pastikan caleg yang ada di hatimu saat ini dikenal oleh masyarakat dan mengenal masyarakat. Kalau iya sok kenal sok dekat pada masa pemilu, iya karena ia butuh dukungan.
7. Berani
Oke ini ciri-ciri caleg ideal terakhir yang bisa kamu pilih, ia berani menyuarakan kebenaran publik. Ia berani tampil bersama rakyat yang diwakilinya. Ia berani untuk tidak korupsi, dan ia berani untuk mengemban kepercayaan suara Tuhan (suara rakyat adalah suara tuhan, Vox populi, vox dei). Kalau iya hanya klemang-klemeng, ya nggak perlu diperhitungkan dipilih.
Kita butuh wakil rakyat yang mewakili penderitaan, harapan, impian, cita-cita dan keluh kesah rakyat, bukan wakil rakyat yang hanya mewakili kesejahteraan rakyat. Untuk itu kita harus teliti memilih wakil rakyat. Setuju?
Oh ya ngomong-ngomong, di mana ciri-ciri nomer 4?
Posting Komentar untuk "Ciri-Ciri Caleg yang Ideal Menjadi Anggota DPR"