Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ari Reco Sang Musisi Rendah Hati

Bus harapan jaya melaju dengan cepat menuju Surabaya, aku adalah salah satu penumpang yang memakai jasa angkutan mereka untuk nebeng jalan hingga Kediri, sesampai di sana, rencananya berpindah ke bus jurusan terminal Tirtonadi, Solo. Perjalananku kali ini akan terhenti di Kota Semarang, karena di sanalah sebenarnya tujuan utama perjalanan ini.

Bus tetap konsisten menerobos jalanan yang mulai basah diguyur hujan, suara klakson kendaraan yang dikendarai pengendara sesekali membuyarkan lamunan, mereka tampak terburu-buru untuk segera sampai rumah atau terhenti di tempat berteduh. Riuh jalan raya, selalu menimbulkan aura panas dalam hati manusia meski saat itu sedang hujan.

Beberapa pedagang asongan dan musisi jalanan secara bergantian naik turun di Bus Harapan Jaya yang ku tumpangi, mereka tertib menawarkan barang dan jasa kepada para penumpang, wajah-wajah lelah mereka menyiratkan harapan kepada penumpang untuk membeli apa yang mereka tawarkan, meski ketika barang dagangan mereka tidak terbeli, tidak ada raut wajah kecewa yang muncul. Mungkin karena kondisi seperti itu hampir setiap hari mereka rasakan, jalanan memang selalu memastikan ketidakpastiannya, dan itu cukup mengajari para manusia jalanan untuk berharap dan kecewa sesering mungkin, hingga hati mereka benar-benar menjadi kuat.

Seorang pedagang asongan mengeluarkan barang dagangannya dari dalam tas, ia masuk ke dalam bus dari pintu depan dan langsung menyodorkan produknya kepada para penumpang. Dari kursi belakang aku melihat, bahwa ia membawa produk elektronik.

Lampu led USB, kabel USB dan karet hp yang memberikan efek lengket seperti kaki cicak dibungkus dalam satu plastik, dihargai sepuluh ribu. Ia berujar menawarkan kepada penumpang, beberapa orang tertarik dan membeli barang dagangan tersebut. Dengan sigap ia mengambilkan barang dan mengecek lampu led dengan power bank yang sudah ia siapkan sebelumnya, memastikan bahwa alat tersebut normal. Setelah pembeli membayar, iia beralih ke penumpang lainnya.

"Bro, lampu led bro, bisa dicoba" tiba gilirannya ia menawarkan pada ku.

"Oke satu bang" aku tertarik untuk membeli barang tersebut, sejak temen perjalanan sebelah sering menempelkan HPnya di kaca bus. Rencananya aku ingin membeli jika sudah di rumah, tapi saat itu seperti kebetulan, barang tersebut datang sendiri.

"Kalian musisi bro?" Ia membuka obrolan setelah menjajal lampu led yang aku beli. Ia bertanya sembari mencari tempat duduk tepat di depan tempat duduk yang ku duduki.

"Bukan bang, hanya saja kami suka musik", jawab ku sambil membuka pembungkus plastik dan mengambil karet hp untuk kupasang. "Eh bang, bisa minta tolong pasangkan karet ini?"  ku sodorkan karet dan hp kepadanya.

"Oke sini aku pasangkan" ia mengambil karet dan hp, tampak ia konsentrasi memisahkan karet dari kertas yang menempel sebagai pelindung lem.

"Bro, aku punya album musik, sudah diupload di Youtube, coba cek nama Ari Reco" Ia memberitahukan kepadaku dan teman seperjalanan tanpa kami minta, mungkin ia ingin mengenalkan karyanya.

Karena penasaran akupun mencarinya di Youtube, dan terang saja, ia memang musisi yang telah memiliki hak cipta atas lagu yang ia buat dan juga sudah memiliki video clip. Meski masih ada tiga, menurut cerita yang ia tuturkan, saat ini tengah menunggu launching album barunya.



Ari Reco Dan Kehidupannya Dalam Dunia Musik

Rambutnya gondrong, badannya besar tapi bukan berarti ia kasar. Justru sebaliknya, Ari Reco ternyata memiliki hati yang lembut dan tutur kata sopan. Ia menuturkan kepadaku bahwa ia tidak memiliki kehidupan yang mewah. Kecintaannya pada musik bukan lantas membuat ia berlaku hedonis, malah jiwanya sering mengatakan tentang kehidupan sosial.

"Kalau pagi aku mengajar musik di sekolah beberapa kali dalam seminggu, selanjutnya jualan (pedagang asongan)" Tuturnya. Ia menambahkan cerita bahwa yang dia harapkan dari karyanya semata-mata bukan karena uang, melainkan sebagai ekspresi diri. Ia musisi dan ia bisa menciptakan lagu.

Saat ini ia sedang menunggu proses produksi album baru yang ia buat dengan uang pribadinya yang ia kumpulkan dari berdagang dan hasil dari mengajar. 

"Aku berdagang begini untuk memenuhi kewajibanku sebagai seorang suami, selebihnya disisihkan untuk musik. Oh ya bro, album yang aku buat ini (proses finishing) banyak mengangkat isu-isu sosial, di antaranya bisa ku jamin kamu bakal menyukainya". Katanya dengan semangat

"Iya tah bang, nanti kalau sudah jadi, tolong dikirimi ya, siapa tahu bisa membantu menyebarkan musik-musik abang" aku menimpali ucapannya.

"Oke lah, semoga saja kita bisa bertemu lagi. Oh ya, untuk musik yang sudah kubuat, apabila kelak ada yang menyanyikan, aku tidak keberatan. Silakan musik itu dinyanyikan, kamu juga boleh menyanyikan, meski ada musisi lain yang dapat keuntungan dari lagu itu,  aku malah senang, karena sudah bisa memberikan kemudahan bagi mereka dalam mencari rejeki. Aku senang karyaku dinyanyikan orang lain". Begitu ungkapnya, yang membuatku girang atas ungkapannya tersebut.


Bus berhenti tepat dijalur yang akan kami tuju, beberapa penumpang turun, aku dan kawanku juga turun, Ari Reco ternyata juga turun, katanya ia menuju ke Nganjuk.

Kami berpisah di persimpanngan Braan Kertosono, pertemuan singkat itu menjadi salah satu pecahan mozaik hidup yang telah ku kumpulkan, untuk kemudian menjadi bagian dari hidup masing-masing dari kami. Ari Reco dengan seabrek mimpinya, semoga bisa mewujudkan degan baik, meski jalanan berliku, meski kadang menghentikan mimpi karena kondisi, meski kadang ada penghianatan kecil, tapi begitulah manusia berproses, seperti bus Harapan Jaya yang meliuk-liuk di jalanan, menyibak arus kendaraan, kadang laju kadang melambat, namun selalu memiliki tujuan akhir.

Semoga sukses bang Ari Reco.

Posting Komentar untuk "Ari Reco Sang Musisi Rendah Hati"