Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Belajar Ikhlas Dari Air

Kawan, seringkali kita mendengar ungkapan dari teman-teman kita, dari saudara kita, dari orang lain yang baru kita temui atau dari mana saja tentang kata ikhlas. Sebuah kata yang mengisyaratkan kerelaan atas apa yang telah diberikan kepada orang lain.

Namun tahukah kalian, bahwa ikhlas yang sering dikatakan orang justru menyimpan unsur kesombongan (riya') yang dalam arti, ia ingin diketahui bahwa ia pernah memberi. Dan dari sikap ini malah akan membuat makna ikhlas menjadi tidak ikhlas.

Nah, berikut ini adalah analogi yang saya buat untuk menggambarkan makna keikhlasan. Silakan disimak.

Belajar Ikhlas Dari Air

Air memiliki fungsi penting dalam pembuatan tembok, ia dipakai untuk mencampur adonan semen dan pasir sekaligus memudahkan pemasangan. Tanpa air, sangat sulit membuat tembok.

Tapi ketika tembok sudah mengering, apakah kita dapat melihat keberadaan air? Tentu tidak. Yang kita lihat hanya wujud batu bata, semen dan pasir. Apalagi jika tembok sudah dihaluskan, yang terlihat hanya semen, apalagi jika sudah dicat, yang nampak hanya warna cat.

Padahal dari proses itu semua, air tak pernah berhenti berperan, ia selalu dibutuhkan untuk mempermudah. Tapi sekali lagi, apakah kita melihat air pada tembok tersebut?

Analogi semacam ini bisa dimaknai sebagai makna "IKHLAS", ia tak butuh tampil tapi substansi keberadaannya ada. Hal semacam ini sulit dilakukan, karena justru kebanyakan orang ingin tampil di depan.

Tapi menurut saya, air-air ini tidak menghilang begitu saja, ia hanya tak butuh terlihat. Maka ia meleburkan dirinya menjadi uap dan kembali menjadi air supaya dapat berpindah ke tempat lain yang sekiranya bantuannya diperlukan.

Membantu membersihkan baju, membantu menanak nasi, membantu membuat berbagai adonan kue, atau minimal membantu kita membersihkan TAI.

Posting Komentar untuk "Belajar Ikhlas Dari Air"