Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mas Trigus Traveling ke Makassar

Saya baru tahu jika penulisan Makasar yang benar adalah Makassar, itu setelah saya menyambanginya langsung beberapa waktu lalu. Makassar yang antara tahun 1971 s/d 1999 dikenal sebagai Ujung Pandang, merupakan ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.

Saya ke kota tersebut dalam rangka mengikuti rangkaian kegiatan Seknas Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran),selama 4 hari, bertempat di hotel Four Point Kota Makassar. Maka untuk memenuhi hasrat jalan-jalan di tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya, maka setelah kegiatan tersebut usai (dalam arti tugas-tugas sudah kelar), langsung kita manfaatkan waktu tersisa untuk mengeksplorasi Kota Makassar.

Tidak jauh dari tempat kami menginap, berjarak sekitar 1 jam, terdapat beberapa destinasi wisata yang sudah menjadi target kita, di antaranya adalah Pantai Losari, Benteng Fort Rotterdam, tempat-tempat wisata kuliner, tempat hiburan dan juga tempat perbelanjaan.

Dari beberapa tempat yang saya sebutkan di atas, tempat yang mengandung unsur sejarah kuat adalah Benteng Fort Rotterdam, meski pada akhirnya, menyebut Kota Makassar, sebenarnya adalah representasi dari sejarah itu sendiri. 

Dari jaman kerajaan menuju jaman penjajahan dan sampai ke jaman kemerdekaan, Kota Makassar tetap menjadi tempat spesial, alasan utamanya karena ia memiliki letak geografis strategis. Maka tak heran jika Kota Makassar menjadi kota terbesar di luar pulau Jawa setelah kota Medan.

Misalnya Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Ketika penjajahan terjadi, Belanda melalui VOC memiliki ambisi besar untuk menaklukkan Kerajaan Goa, karena alasan strategis dan potensial untuk mengeruk ragam kekayaan seperti rempah-rempah.

Pantai Losari

Pukul 07.00 pagi waktu setempat, saya dan seorang kawan menyempatkan diri untuk mengunjungi Pantai Losari. Dengan bantuan Grab, kami meluncur dari Hotel Four Point menuju Pantai Losari, dengan biaya Rp.17.000,- .

Awalnya, saya mengira jika tempat ini sama seperti halnya pantai yang ada di Trenggalek, misalnya Pantai Pasir Putih atau Pantai Cengkrong yang masih alami. Ternyata sesampai di sana kami menyaksikan jika Pantai Losari mengalami pembangunan yang luar biasa. 

Pemerintah setempat tampaknya menjadikan Pantai Losari sebagai tempat hasil rekayasa manusia, tentu dengan mengorbankan topografi dan relief hasil bentukan alam. Pantai yang dalam benak saya merupakan batas antara laut dan darat dengan bentuk gugusan pantai berpasir disertai ombak, tampaknya berbeda dengan yang ada di Pantai Losari. Manusia merekayasa sekat antara darat dan laut menggunakan semen.

Ia tentu tak lagi alami, perubahan yang demikian, menurut saya tidak pas jika disebut sebagai Pantai, namun lebih tepat disebut dermaga. Karena batas perairan dan daratan membentuk sekat buatan dan menjadikannya jurang. Sekali lagi, pantai dalam benak saya merupakan tempat yang bisa dipakai untuk berinteraksi.

Tidak hanya itu, pada saat saya ke sana, terjadi proses pengerjaan reklamasi Pantai Losari. Saya tidak tahu tujuan dari reklamasi tersebut, yang jelas, proses pembangunan ini merupakan bentuk rekayasa pembangunan, untuk dapat memenuhi hasrat dari pembangunan itu sendiri.

Karena pagi hari, belum banyak aktivitas yang kami temui di pantai tersebut. Misalnya orang berjualan. Dan kami hanya berjalan menyusuri dataran pinggir pantai yang sudah berlapis semen, dan merasa terasing untuk sekedar memikirkan, kami mau apa?. Kami pulang ke penginapan dengan pengalaman berbeda, pantai di negeri kami, berbeda dengan pantai Losari.













Benteng Fort Rotterdam

Dahulu, sebelum ada campur tangan dari Belanda (dulu belanda memang suka ikut campur di negeri orang), Benteng ini dinamakan dengan Benteng Jum Pandang atau Benteng Ujung Pandang. Menyesuaikan dengan nama Makassar dahulu, yakni Ujung Pandang. Lokasinya tidak jauh dari Pantai Losari.

Kami menyambangi benteng yang menjadi saksi bisu pertempuran Kerajaan Gowa dengan Belanda (VOC) ini pada hari ke-4, siang hari. Karena tidak ada pemandu wisata, kami banyak mengambil referensi dari Wikipedia, untuk tujuan memahami titik-titik tertentu benteng ini. Untuk lebih jelas, silakan mencarinya di Wikipedia. 

Tempat ini dikelola langsung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, seluruh lokasi tampak rapi dan bersih. Membuktikan bahwa tempat ini menjadi situs peninggalan sejarah penting yang bertransformasi menjadi ikon Kota Makassar.

Dahulu merupakan benteng pertahanan Kerajaan Goa yang berhasil dihancurkan oleh Belanda dan kembali dibangun dengan penambahan arsitek. Keberhasilan serangan belanda inilah yang akhirnya mengubah nama benteng yang semula dinamai Benteng Jum Pandang menjadi Benteng Fort Rotterdam, diambil dari nama tempat di belanda yang menjadi tempat kelahiran Cornelis Speelman, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memerintah pada periode 1680 hingga 1684.

Masuk di area ini kita akan disambut oleh pintu gerbang kokoh dan kuat, di atasnya bertuliskan Fort Rotterdam. Pintu gerbang ini saya perkirakan setebal 4 meter. Dalam beberapa keterangan, Benteng Ujung Pandang ini digambarkan menyerupai penyu yang menghadap ke pantai. Setelah saya gambar di google earth, ternyata memang benar, ia menyerupai penyu yang seolah sedang merangkak menuju laut. Silakan lihat video convert yang sudah saya buat ini.


Ketika masuk gerbang, kita dibebaskan dari uang retribusi, namun jika ingin mengunjungi museumnya, kita diwajibkan membayar karcis dahulu. Saat itu, karena waktu kami tidak banyak, kami tidak masuk ke dalam museum. Benteng ini juga dijadikan sebagai museum, memuat peninggalan sejarah seperti perjanjian Bongaya dan lain-lain yang berkaitan dengan sejarah Benteng Fort Rotterdam.
















Oke, Geis.Artikel ini beum usai, karena masih ada wisata kuliner yang belum saya bahas. Artikel selanjutnya akan membahas macam-macam kuliner khas Kota Makassar.

Oh ya, Geis. Saat di sana, orang-orang banyak membahas tentang Jalan Nusantara, kira-kira wisata apa sih yang ada di sana?

Posting Komentar untuk "Mas Trigus Traveling ke Makassar"