Ereksilah Trenggalek Ku
Supaya tidak gagal paham dan salah paham serta salah komentar, saya akan menjelaskan arti kata "ereksi" dalam prespektif ku sendiri. Tidak perlu memakai penjabaran wikipedia atau KBBI, karena dasarnya kata "ereksi" jelas diterjemahkan ke dalam kalimat yang berhubungan dengan "anu". jadi tidak usah saya membahas tentang anu di sini, apalagi anu mu dan anu ku juga
Ereksi secara harfiah (ojo dibantah) bisa diartikan sebagai ungkapan atas kondisi yang siap tempur ketika mendapatkan sinyal. Sinyal bisa didapat dari obyek hidup maupun obyek tidak hidup. Ereksi inilah yang pada akhirnya menyebabkan si empunya menjadi lebih siap siaga dalam merespon sinyal.
Ah Mas Trigus ngawur, berani-beraninya mengaburkan arti kata yang jelas-jelas sudah disepakati artinya oleh kebanyakan orang. Tidak mengapa kawan, anggap saja "edan" ku sedang kambuh, jadi saya tekankan lagi, tulisan ini hanya bersifat hiburan semata, rada ngglayem, tapi percayalah ada makna yang terkandung pada tulisan ku ini.
Jauh-jauh hari, seorang Nurani soyomukti pernah menyumbangkan sebuah tulisan ke blog mastrigus.com, yang intinya, dia menyatakan pada saat ini, Trenggalek menghadapi moment kebangkitan. Entahlah kebangkitan macam apa yang dimaksudkan olehnya, yang jelas, meskipun pada paragraf-paragraf awal dituturkan tentang bagaimana kondisi real birokrasi yang ada di Trenggalek, namun pada paragraf terakhir dia menuliskan tetang angin segar yang "mungkin" bisa memberikan simpiratif (baca=inspiratif) bagi bumi minak sopal.
Trenggalek harus ereksi, artinya Trenggalek kudu peka dengan realitas yang sedang terjadi, sehingga siap untuk melakukan pembangunan secara total. Oh ya, ngomongin masalah pembangunan, tentu sejak jaman Minak Sopal, kata "pembangunan" sudah di perbincangkan, bahkan dilakukan, 4 abad yang lalu. Buktinya beliau melakukan pembangunan yang sampai saat ini masih bisa dinikmati. Sebut saja Dam Bagong, rawa-rawa yang berhasil diubah menjadi pemukiman, serta Dam (danau buatan) yang dapat mengaliri sawah-sawah warga, makanya Minak Sopal layak disebut sebagai Bapak Pertanian Trenggalek. Pun dengan bupati-bupati lain yang mampu menjadi corong bagi masyarakat, sehingga harapan-harapan akan adanya sosok agent of change benar benar terpenuhi.
Saya berani berkata bahwa apa yang dilakukan oleh "raja-raja" Trenggalek adalah karena mereka mampu "ereksi" dan bisa menempatkan sesuai tempatnya. Tidak hanya berbuih-buih dalam berkata, namun beraksi sesuai apa yang dibutuhkan masyarakat.
Kalau dahulu saja, ada sosok yang mampu mengangkat harkat dan martabat masyarakat Trenggalek dengan ciri khas ereksi masing-masing, tentu sekarang juga bisa, asalkan tidak terlalu banyak kong kalikong dan kasak kusuk. Serta tidak selalu ikut dengan hawa birokrasi yang minim terobosan alias mandeg. Pembagunan dalam arti sebenarnya bukanlah kemustahilan. Bahu-membahu tanpa "membabu" melakukan pembangunan adalah kunci utama menuju Trenggalek berkeadilan nan sejahtera. Bukan hanya slogan "Gemah ripah loh jinawi" namun pada kenyataanya, kota ini masih layak dikatakan sebagai kabupaten miskin dan tertinggal. lalu, ereksinya dimana?
Ereksi secara harfiah (ojo dibantah) bisa diartikan sebagai ungkapan atas kondisi yang siap tempur ketika mendapatkan sinyal. Sinyal bisa didapat dari obyek hidup maupun obyek tidak hidup. Ereksi inilah yang pada akhirnya menyebabkan si empunya menjadi lebih siap siaga dalam merespon sinyal.
Ah Mas Trigus ngawur, berani-beraninya mengaburkan arti kata yang jelas-jelas sudah disepakati artinya oleh kebanyakan orang. Tidak mengapa kawan, anggap saja "edan" ku sedang kambuh, jadi saya tekankan lagi, tulisan ini hanya bersifat hiburan semata, rada ngglayem, tapi percayalah ada makna yang terkandung pada tulisan ku ini.
Jauh-jauh hari, seorang Nurani soyomukti pernah menyumbangkan sebuah tulisan ke blog mastrigus.com, yang intinya, dia menyatakan pada saat ini, Trenggalek menghadapi moment kebangkitan. Entahlah kebangkitan macam apa yang dimaksudkan olehnya, yang jelas, meskipun pada paragraf-paragraf awal dituturkan tentang bagaimana kondisi real birokrasi yang ada di Trenggalek, namun pada paragraf terakhir dia menuliskan tetang angin segar yang "mungkin" bisa memberikan simpiratif (baca=inspiratif) bagi bumi minak sopal.
Corongnya sudah jelas, jadi tidak perlu saya katakan secara langsung (di sini), ada harapan besar dari para penghuni Trenggalek akan performance dari figur yang menjadi corong. Meskipun menurut pandangan saya, harapan tersebut masih berbentuk harapan semata, belum ada efek signifikan yang bisa dilihat. Namun setidaknya sebuah harapan masih lebih baik, ketimbang tidak ada harapan lagi, masih ingat dengan unen-unen pada waktu musim tsunami dulu "manusia masih bisa hidup di tengah lautan selama sebulan meski tanpa nasi, namun manusia tidak mampu melewatinya tanpa harapan" . filosofinya ada pada film In the Heart of the Sea.
Trenggalek harus ereksi, artinya Trenggalek kudu peka dengan realitas yang sedang terjadi, sehingga siap untuk melakukan pembangunan secara total. Oh ya, ngomongin masalah pembangunan, tentu sejak jaman Minak Sopal, kata "pembangunan" sudah di perbincangkan, bahkan dilakukan, 4 abad yang lalu. Buktinya beliau melakukan pembangunan yang sampai saat ini masih bisa dinikmati. Sebut saja Dam Bagong, rawa-rawa yang berhasil diubah menjadi pemukiman, serta Dam (danau buatan) yang dapat mengaliri sawah-sawah warga, makanya Minak Sopal layak disebut sebagai Bapak Pertanian Trenggalek. Pun dengan bupati-bupati lain yang mampu menjadi corong bagi masyarakat, sehingga harapan-harapan akan adanya sosok agent of change benar benar terpenuhi.
Saya berani berkata bahwa apa yang dilakukan oleh "raja-raja" Trenggalek adalah karena mereka mampu "ereksi" dan bisa menempatkan sesuai tempatnya. Tidak hanya berbuih-buih dalam berkata, namun beraksi sesuai apa yang dibutuhkan masyarakat.
Kalau dahulu saja, ada sosok yang mampu mengangkat harkat dan martabat masyarakat Trenggalek dengan ciri khas ereksi masing-masing, tentu sekarang juga bisa, asalkan tidak terlalu banyak kong kalikong dan kasak kusuk. Serta tidak selalu ikut dengan hawa birokrasi yang minim terobosan alias mandeg. Pembagunan dalam arti sebenarnya bukanlah kemustahilan. Bahu-membahu tanpa "membabu" melakukan pembangunan adalah kunci utama menuju Trenggalek berkeadilan nan sejahtera. Bukan hanya slogan "Gemah ripah loh jinawi" namun pada kenyataanya, kota ini masih layak dikatakan sebagai kabupaten miskin dan tertinggal. lalu, ereksinya dimana?
Posting Komentar untuk "Ereksilah Trenggalek Ku"